1. Apa sih Hoax itu?
Hoax merupakan istilah Bahasa Inggris yang diartikan
sebagai berita palsu. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa hoax
memberikan informasi kepada masyarakat tentang kabar burung yang kebenarannya
masih diragukan. Hoax bukan baru muncul belakangan ini melainkan sudah ada
sejak lama. Ada yang mengatakan istilah hoax sudah ada sejak tahun 1808,
berasal dari bahasa Inggris yang artinya berita bohong atau palsu. Banyak orang
menganggap kata hoax berasal dari kata ‘hocus’ – diambil dari ‘hocus pocus’
kata yang sering digunakan para pesulap (semacam sim salabim). Hoax yang pernah
ada dan cukup menggemparkan dunia adalah berita tentang ditemukannya buku
harian Hitler tahun 1983, video pembedahan alien di tahun 1995 atau berita
kematian artis terkenal.
2. Pembahasan Hoax
Meski hoax itu menyesatkan, tak sedikit pula
masyarakat yang “menggermari” dan menyerbarluaskan. Apalagi dengan semakin
canggihnya teknologi pada jaman sekarang, “menyebar” hoax bisa dilakukan dengan
mudah melalui media sosial.
Pihak-pihak
penyebar hoax semakin dimudahkan karena kurangnya penyaringan berita di media
sosial sehingga berita apa pun yang di-publish oleh oknum dapat
tersebar dengan mudah. Hadirnya media sosial banyak memberikan dampak positif dan
juga negatif. Di Indonesia, kehadiran media sosial juga memberikan pengaruh
terhadap perubahan politik, sosial, budaya dan ekonomi. Media sosial menggeser
dan menembus batas dari pola relasi interaksi hirarkis menjadi egaliter, baik
di ruang politik maupun budaya. Seseorang dapat dengan mudahnya mengkritik atau
menuduh Presidennya cukup hanya dengan mengirim mention ke akun Presiden di
Instagram. Informasi yang kurang bahkan tidak bermutu bertebaran secara masif
tanpa verifikasi dan konfirmasi. Hoax, fitnah, dan hujatan tersebar nyaris
tanpa henti. Berdasarkan informasi dari situs web Kementerian Komunikasi dan
Informatika Republik Inonesia, sepanjang tahun 2016 Direktorat Reskrimsus Polda
Metro Jaya telah berhasil memblokir 300 lebih akun media sosial dan media
online yang menyebarkan informasi hoax, provokasi, hingga SARA dari 800 ribu
situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran
kebencian yang sedang diawasi pemerintah.
Sementara
itu, upaya lain pemerintah untuk menangkal penyebaran berita hoax adalah dengan
bekerja sama dengan Facebook, yang merupakan salah satu media sosial yang
sangat popular di kalangan pengguna di Indonesia. Pemerintah memutuskan untuk
bekerjasama dengan Facebook setelah mempelajari apa yang dilakukan media sosial
tersebut di Amerika Serikat dalam merespon tuduhan bahwa media sosial sangat
berperan dalam menyebarkan hoax selama kampanye Pemilihan Presiden Amerika
Serikat. Merespon tuduhan itu, Facebook kemudian mengambil inisiatif dengan
bermitra dengan lembaga PolitiFact and Associated Press untuk mengidentifikasi
berita mana yang real dan membedakannya dari berita palsu. Pengguna Facebook
dapat melaporkan berita yang mereka anggap sebagai hoax dan Facebook akan
meneruskannya ke kedua lembaga “fact-checker” tersebut, PolitiFact dan
Associated Press. Berita-berita yang “tidak lolos uji” akan ditandai dengan
“disputed” atau diperselisihkan dan kemudian pengguna Facebook bisa meng-klik
sebuah link tertentu untuk mencaritahu alasannya.
Sebagai masyarakat yang cerdas, bagaimana kita menyikapi fenomena hoax ini?
Hoax
merupakan usaha untuk menipu pembaca/pendengarnya untuk memercayai sesuatu,
meskipun sebenarnya si pembuat berita ini sadar bahwa berita yang dia publish
adalah palsu.Kebanyakan orang yang mudah termakan hoax adalah orang yang
memiliki informasi minim. Tapi benarkah? Dan mengapa meski
sebuah berita secara real telah diputuskan
palsu, mengapa berita tersebut masih bisa terus tersebar luas? Apalagi, menurut
penelitian dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2015,
kebanyakan masyarakat yang menjadi korban hoax adalah mereka yang memiliki
berintelektual tinggi. Rupanya, di era internet
dimana informasi bersifat dinamis, ada suatu kepuasan tersendiri apabila
menjadi orang pertama yang menyebarkan sebuah berita/informasi baru dan belum
pernah ada sebelumnya. Apalagi jika menyebarkan berita yang isinya mensupport
atau sesuai dengan opini diri kita, dan merugikan pihak berbeda opini dengan
kita. Kebanyakan masyakarat sekarang menerima mentah-mentah dan tidak mencoba
mencari tahu tentang kebenaran berita tersebut.
Ada 2 sisi
yang terkena dampak yang diakibatkan oleh hoax. Pertama dampak pada individu
yang menyebarkan hoax, yakni kredibilitasnya turun dan bisa membuat orang lain sulit menaruh kepercayaan lagi. Si pelaku juga terancam pasal 28 ayat 1
UU ITE, karena telah dengan sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.
Hukumannya pidana maksimal 6 tahun atau denda maksimal 1 miliar rupiah.
Sedangkan dampaknya
pada masyarakat bisa memicu perpecahan, perselisihan serta ketidaktenangan di
masyarakat. Apalagi jika menyangkut politik dan SARA, yang bisa memecah
kebersamaan dan toleransi di masyarakat.
Lalu bagaimana cara kita menghindari hoax?
Hoax dapat
kita kenali melalui dari beberapa hal, yaitu:
1. Sumber
beritanya berasal dari pihak yang tidak dapat dipercaya.
Berita tersebut
berasal dari situs yang tidak jelas siapa penanggung jawabnya, apakah
perorangan, lembaga, atau lainnya. Atau dari situs yang tidak dapat dipastikan
kredibilitas dan reputasinya.
2. Gambar,
foto atau video yang dipakai merupakan rekayasa yang dibuat asal.
3.
Menggunakan kalimat yang provokatif.
4. Mengandung
unsur politis dan SARA.
Tips Mengecek Hoax
Apabila kita menemukan berita dengan ciri-ciri tersebut, sebaiknya kita waspada. Dan juga sebaiknya pula harus mengembangkan sikap-sikap berikut:
a. Jangan
mudah percaya pemberitaan dari Internet.
Sebagai mahasiswa tentunya perlu untuk
mengasah cara berpikir yang kritis. Jangan menelan mentah-mentah
berita/informasi yang beredar di internet. Cek terlebih dahulu apakah ada
sumber asli/resmi yang menyebarluaskan berita tersebut.
b. Jangan
hanya percaya pada satu sumber.
Apalagi kita menemukan suatu berita yang kita
anggap penting dan layak disebarluaskan,
tahan dulu keinginan untuk itu. Lakukan pengecekan ke sumber-sumber yang lain
yang dapat dipercaya, apakah berita tersebut memang benar atau tidak.
c. Tetap
berkepala dingin dan berpikir jernih.
Meskipun kita memiliki kecenderungan
berpihak pada salah satu pihak
tertentu, misalnya, tetaplah berpikiran jernih dan jangan mudah
terhasut. Hampir semua hoax menggunakan bahasa yang provokatif.
3. Contoh Hoax
Hoax
Maraknya
berita tentang penculikan anak dengan modus penjualan organ tubuh hingga
dihargai 5 miliar perorang cukup menyita perhatian publik, bahkan belakangan
berita tersebut jadi viral di media sosial. Tidak hanya itu, berita soal
penculikan anak itu juga beredar dalam bentuk foto dari halaman muka sebuah
koran yang tersebar di media sosial. Setelah dilakukan pengecekan secara seksama,
ternyata tidak ditemukan sumber resmi darimana berita tersebut berasal. Sumber-sumber berita lain yang kredibilitasnya telah teruji pun tidak ada yang membahas bahkan mempublish berita ini. Pihak kepolisian pun juga melakukan
investigasi dan mengklarifikasi bahwa informasi tersebut tidak benar atau hoax.
Kita sebagai masyarakat yang cerdas harus lebih pintar menyaring informasi
yang diterima dan tidak langsung menelan mentah-mentah setiap informasi yang
diperoleh. Lakukan pengecekan terlebih dahulu, apakah informasi tersebut benar
adanya dan lebih hati-hati dalam menanggapinya. Jangan langsung menyebarkan
informasi yang didapat tanpa melakukan cross-check terlebih dahulu.
Kita harus
lebih selektif dalam menerima atau menyebarkan informasi, baik melalui pesan
singkat maupun media sosial lainnya yang kebenarannya masih diragukan.
Stop Making and Sharing Hoax
وَمَنْ يُشَاقِقْ يَشْقُقِ اللَّهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Referensi:
Monohevita, Lusiana. 2017 . "STOP HOAX”. Jakarta: UILib. Berkala Publishing.
Juliswara, Vibriza . 2017. "Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan
dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial". Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No.2. Diambil dari https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/download/28586/pdf pada 16 Oktober 2018.
Siswoko, Kurniawan Hari. 2017. "Kebijakan Pemerintah Menangkal Penyebaran Berita Palsu atau ‘Hoax’". Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. Diambil dari https://journal.untar.ac.id/index.php/jmishumsen/article/download/330/272 pada 16 Oktober 2018.
No comments:
Post a Comment